Nama : Siti Rahmawati
Nim
: 156033
Kelas
:
Bahtra 2015A
Berdasarkan Pendapat Van Djik dan
Norman Fairclough
Van
Dijk mengemukakan analisis wacana adalah bangun teoretis yang abstrak. Dengan
begitu, wacana belum dapat dilihat sebagai perwujudan fisik bahasa. Adapun
perwujudan bahasa adalah teks (Badara, 2013: 16). Dari sekian banyak analisis
kritik wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli model Van
Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini kemungkinan karena Van
Dijk mengkolaborasikan elemen-elemen wacana sehingga bisa didayagunakan dan
dipakai secara praktis. Model Van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi
social”. Nama pendekatan ini tidak dapat dilepasakan Van Dijk.
Pendekatan
yang dikenal sebagai konjungsi social ini membantu menentukan bagaimana
produksi teks yang melibatkan proses yang kompleks tersebut dapat dipelajari
dan dijelaskan.Teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktek
wacana. Teks ini ada dua bagian, yaitu teks mikro yang mempresentasikan marginalisasi
terhadap perempuan dalam berita, dan elemen besar berupa struktur social
tersebut dengan elemen wacana yang makro dengan sebuah dimensi yang dinamakan
kognisi social. Untuk menggambarkan modelnya tersebut, Van Dijk membuat banyak
sekali studi analisis pemberitaan media.
Wacana
oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi yaitu teks, kognisi sosial,
dan konteks sosial. Van Dijk menggabungkan tiga dimensi wacana tersebut kedalam
suatu kesatuan analisis. Dalam teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur
teks dan strategi wacana dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Kognisi
social mempelajari proses induksi teks berita yang melibatkan kognisi
individudari wartawan. Sedangkan aspek ketiga yaitu kritik social yang
mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu
masalah.
Menurut
Van Dijk, meskipun terdiri dari atas berbagai elemen, semua elemen tersebut
merupakan suatu kesatuan, saling
berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Makna global dari suatu teks
(tema) didukung oleh kerangka teks, pada akhirnya pilihan kata dan kalimat yang
dipakai. Pada tingkat yang lebih rendah, akan dijumpai pemakaian kata-kata
yang menunjuk dan memperkuat pesan.
Menurut Littejohn, antar bagian teks dan model Van Dijk dilihat saling mendukung,
mengandung arti yang koheren satu sama lain. Hal ini karena semua teks
dipandang Van Dijk memiliki suatu aturan yang dapat dilihat sebagai suatu
piramida. Makna global dari suatu teks didukung oleh kata, kalimat dan
proposisi yang dipakai. Pertanyaan atau tema pada level umum didukung oleh
pilihan kata, kalimat atau retorika tertentu.
Dari
begitu banyak model analisis wacana yang diintoduksikan dan dikembangkan oleh
beberapa ahli, model Van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini
mungkin disebabkan karena Van Dijk menformulasikanelemen-elemen wacana,
sehingga bisa dipakai secara praktis. Model yang dipakai oleh van Dijk ini
sering disebut sebagai “kognisi sosial” (Eriyanto 2001:221). Menurut Van Dijk,
penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata,
karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati.
Dalam
buku Eriyanto, Van Dijk melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan
kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana pikiran dan
kesadaran membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh Van
Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi
teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis Van Dijk adalah
menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.
Dalam dimensi teks yang pertama, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks
dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada
level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan
kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan
wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Ketiga dimensi ini
merupakan bagian yang integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis
Van Dijk (Eriyanto 2001:225).
Van
Dijk membagi struktur teks ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro.
Ini merupakan makna global dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat
topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini
merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka atau skema suatu
teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.
Ketiga,struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat,
parafrase dan lain-lain. Meskipun
terdiri atas mendukung satu sama lainnya.
Dimensi
ketiga analisis Van Dijk adalah analisis sosial atau konteks sosial wacana
adalah wacana yang berkembang dimasyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu
dilakukan intertekstual dengan meneliti wacana tentang suatu hal di produksi
dan di kontruksi dalam masyarakat . Menurut Van Dijk dalam analisis mengenai
masyarakat adadua poin yang paling penting :
1. Praktik
Kekuasaan : Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang
dimiliki oleh suatu kelompok (atau
anggotanya), Satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau kelompok) dari
kelompok lain. Kekuasaan ini biasanya didasarkan pada kepemilikan atas sumber
sumber yang bernilai seperti uang,status dan pengetahuan. Selain bersifat
control yang bersifat langsung secara fisik kekuasaan itu di pahami Van Dijk
juga berbentuk persuasif. Analisa wacana memberikan perhatian yang besar
terhadap dominasi.
2. Akses
mempengaruhi Wacana : Analisis Van Dijk
memberi perhatian yang besar pada akses, bagaimana akses diantara masing-masing
kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit akses memiliki akses yang lebih besar
di bandingkan kelompok yang tidak berkuasa.
Felanans Mustari
berkunjung ke Kampung Long Apari diajak oleh rombongan Badan Pengelola Kawasan
Perbatasan, Pedalaman, dan Daerah Terpencil (BPKP2DT) Kaltim Felanans tahu,
BPKP2DT bukan pertama kali mengajak wartawan ke daerah perbatasan. Dia juga
tahu, sebelumnya ada rekan kerjanya juga pernah diajak BPKP2DT diajak ke Long
Apari. Untuk itu, dia merasa harus membuat berita dengan gaya berbeda. Selain
itu, agenda BPKP2DT adalah agenda kunjungan-kunjungan. Jika hanya ikut
rombongan, tak ada peristiwa yang menarik dan memenuhi syarat untuk menjadi
berita. Seperti dijelaskan Felanans, berikut kutipan wawancara bersama
Felanans.: “Saya mencoba menyajikan tulisan dalam bentuk lain. Karena
sebelumnya, sudah ada rekan saya, Faroq Zamzani yang datang terlebih dulu ke
sana. Jika saya membuat tulisan yang sama seperti wartawan lain, berati tidak
ada yang berbeda dari berita-berita tentang Long Apari. Kalau saya hanya
mengikuti BPKP2DT Analisis Wacana Berita Kisah-Kisah dari Perbatasan Negara
(Hermina) saya juga tidak bisa membuat berita yang bagus. Jadi saya pergi ke
sekolah, datang ke petinggi kampung di luar agenda bersama BPKP2DT” kata
Felanans. (wawancara 24 Oktober 2013).
Menurut Van Dijk
analisis wacana harus menyertakan bagaimana reproduksi kepercayaan yang menjadi
landasan bagaimana wartawan menciptakan suatu teks berita. Felanans Mustari
sebagai penulis berita dalam berita “Kisah-Kisah dari Perbatasan Negara”
menekankan tulisannya pada skema peran. Seperti dijelaskan Van Dijk, skema
peran berhubungan dengan bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan
peranan dan posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat. Dalam tulisan ini
Felanans menyajikan tulisan dengan ide yang mungkin terpikir banyak orang tapi
disajikan dengan gayanya sendiri. Biasanya kondisi seperti ini menjadi berita
langsung (straight news), di sajian tulisannya Felanans menulis dengan
tujuan informatif dengan sentuhan tulisan sastra menghibur. Felanans mengakui
berita itu dia tulis ketika masih baru belajar menulis sebuah liputan khas.
Berikut petikan wawancaranya : “Itu tulisan 2010 ketika saya masih belajar
menulis sajian tulisan khas. Saya menyadari jika masih ditemukan kalimat atau
kata yang salah” Selain itu, Felanans menggambarkan keindahan alam Long Apari
bukan berdasar pengalamannya datang ke tempat yang dia gambarkan (khusus di
tulisan “JingkatJingkat ke Negeri Kerabat”). Berikut jawabannya soal cara
menggambarkan keindahan alam Long Apari : “Saya mendengarkan Ding Jo bercerita,
kemudian saya tulis. Saya temui Ding Jo di sekolah tempatnya mengajar. Awalnya
saya mau menulis sekolah itu saja. Tapi Ding Jo sangat terbuka dan mau banyak
bercerita. Sehingga saya banyak mendapat gambaran daerah-daerah yang pernah dia
datangi di perbatasan. Malaysia,”kata Felanans. (Wawancara 24 Oktober 2013)
Selebihnya, tulisan memang berdasarkan pengalamannya datang ke Kampung Long
Apari, diajak oleh rombongan Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, Pedalaman, dan
Daerah Terpencil (BPKP2DT) Kaltim. Di sela-sela perjalanan, Felanans
menyempurnakan berita untuk keberimbangan dengan menggali informasi dengan
petinggi kampung. Kemudian dia juga mengkonfirmasi Kepala Kantor Imigrasi Klas
IA Samarinda yang saat itu dijabat Zaeroji untuk kepastian penulisan kunjungan
tanpa paspor ke Long Singot. Tentang pemilihan kata-kata yang jarang digunakan,
Felanans mengatakan, tidak takut membingungkan pembaca dnegan menggunakan kata
pilihannya. Berikut penjelasan Felanans tentang banyak kata ganti, metafora,
dan padanan kata yang dia pakai : “Saya menempatkan pilihan kata tersebut di
posisi kalimat yang pasti dimengerti pembaca,” kata Felanans (Wawancara 27
Oktober 2013)
Di analisis ini,
peneliti menggunakan cara studi pustaka dengan melihat
pola pemberitaan tentang kondisi ketertinggalan pembangunan Long Apari di
media lokal lain. Baik dari Kaltim Post, Samarinda Pos, dan Tribun Kaltim serta
media lain. Wacana perbatasan Long Apari yang berkembang dalam masyarakat dipengaruhi dua faktor yaitu :
pola pemberitaan tentang kondisi ketertinggalan pembangunan Long Apari di
media lokal lain. Baik dari Kaltim Post, Samarinda Pos, dan Tribun Kaltim serta
media lain. Wacana perbatasan Long Apari yang berkembang dalam masyarakat dipengaruhi dua faktor yaitu :
Analisis wacana van
Dijk memberikan perhatian yang besar pada apa yang disebut sebagai dominasi.
Contohnya, rasisme dalam bentuk dominasi kulit putih atas ras minoritas lain
yang terjadi di Eropa. Suatu media yang dimiliki ras kulit putih akan
mendominasi berita-berita yang perhatian dengan rasnya. Sebaliknya dengan ras
minoritas. (Eriyanto 2009 : 272) Dalam berita “Kisah-Kisah dari Perbatasan
Negara” wacana ketertinggalan pembangunan diperbatasan berkembang dengan
dukungan banyak pihak. Sehingga banyak media juga perhatian dengan isu-isu
seputar pembangunan perbatasan. Terutama mengkritisi anggaran pemerintah untuk
pembangunan daerah perbatasan baik untuk pendidikan, kesehatan, dan
infrastruktur. Jadi, tidak ada yang berkuasa wacana pembangunan di Long Apari.
Justru pemerintah yang berkuasa membangun Long Apari yang dikritik media masa.
Di sini, media-media lokal berperan sebagai kontrol sosial.
Analisis wacana van
Dijk, memberi perhatian yang besar pada akses di antara masing-masing kelompok
di masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan
dengan kelompok yang tidak berkuasa. Mereka yang lebih berkuasa mempunyai
kesempatan lebih besar untuk mengakses media. Kemudian lebih besar mempengaruhi
kesadaran khalayak . (Eriyanto 2009 : 272) Wacana perbatasan negara di berita
“Kisah-Kisah dari Perbatasan Negara” akses sepenuhnya dimiliki media. Dalam hal
ini wartawan yang melihat suatu peristiwa dan membuatnya suatu berita sebagai
kontrol sosial. Warga di Long Apari merupakan kelompok masyarakat minoritas
yang kurang perhatian dalam pembangunan. Sehingga, sebuah berita ketertinggalan
pembangunan ini mengharuskan media untuk menjalankan fungsi kontrolnya
sepenuhnya.